DEPARTEMEN PSIKOLOGI UPI SELENGGARAKAN SEMINAR NASIONAL DAN WORKSHOP: “MEMBENTUK ANAK DAN REMAJA INDONESIA YANG BAHAGIA DI ERA INDUSTRI 4.0”

Rektor berfoto bersama civitas akademika Departemen Psikologi dan para nara sumber

Departemen Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia kembali menggelar kegiatan Seminar Nasional bertema: “Membentuk Anak dan Remaja Indonesia yang Bahagia di Era Industri 4.0”. Kegiatan ini telah menjadi tradisi ilmiah tahunan sebagai acara puncak rangkaian Dies Natalis XIV Departemen Psikologi UPI yang bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KEMA) Departemen Psikologi UPI. Seminar dilaksanakan pada Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 08.00-16.00 WIB di Auditorium Fakultas Pendidikan Ilmu Ekonomi dan Bisnis UPI. Kegiatan yang diikuti sekira 200 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia ini menghadirkan nara sumber: Ray Zairaldi, S.Psi., Senior Cognitive Behaviour Therapy (CBT) Trainer, Head of Counselor of Personality Development Center Jakarta dan Dr. A. Gimmy Prathama Siswadi, M.Si., Psikolog., mantan Wakil Dekan bidang kemahasiswan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung.

Doktor Herlina, pikolog., selaku ketua panitia pelaksana seminar & workshop melaporkan bahwa digelarnya acara dengan tema tersebut karena akhir-akhir ini marak perilaku menyakiti diri sendiri di kalangan remaja. Dengan mengutip sebuah berita dari media online, Doktor lulusan Pendidikan Khusus Pascasarjana UPI ini memaparkan fakta tentang sekira 58 remaja siswa SMP di Pekanbaru Riau yang melakukan penyayatan tangan mereka tanpa alasan yang jelas. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua Departemen Psikologi FIP UPI, Drs. HM. Engkos Kosasih, M.Pd. dalam sambutannya, bahwa kondisi akhir-akhir ini terkait dengan fenomena yang dilaporkan ketua pelaksana tersebut menimbulkan keprihatinan di kalangan akademisi khususnya Departemen Psikologi untuk menelaah secara ilmiah fenomena ini lewat forum seminar dan workshop. Seminar dimaksudkan untuk menggali dan memahami perilaku menyakiti diri dalam perspektif psikologi. Sedangkan workshop digelar selanjutnya dengan tujuan mempelajari teknik mendeteksi, mencegah, dan mengatasi perilaku menyakiti diri melalui pendekatan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dan pendekatan psikologi positif.

Suasana seminar

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. H.R. Asep Kadarohman, M.Si., dalam sambutannya sekaligus membuka acara ini menyatakan bahwa setiap manusia membutuhkan kebahagiaan dalam hidupnya termasuk remaja. Tetapi, mantan Dekan FMIPA UPI ini mempertanyakan tentang pemaknaan kebahagiaan di kalangan remaja saat ini yang kadang masih sebatas kesenangan memperoleh kebutuhan sementara, seperti mendapatkan fasilitas wifi gratis di kalangan mereka. Bagi Rektor, kebahagiaan adalah sesuatu yang perlu diperjuangkan dengan usaha maksimal yang diiringi doa. Kalaupun usaha dan doa telah dilakukan maksimal tetapi belum bisa terwujud, maka setiap individu harus percaya pada ketetapan Tuhan yang disebut taqdir. Oleh karena itu dalam hal ini, kalangan ilmuwan psikologi mempunyai peranan yang penting dalam membantu setiap orang untuk bisa menggapai kebahagiaannya dengan cara yang tepat.

Materi pertama seminar nasional disampaikan oleh Ray Rezaldy, S.Psi.,  yang membahas topik: Perilaku Menyakiti Diri: Fenomena, Penyebab,  Teknik Deteksi, Pencegahan dan Penanganan. Menurutnya, self-harming adalah perilaku menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi perasaan yang tidak nyaman. Pelaku self-harming biasanya melakukan tindakan yang dapat melukai atau menyakiti dirinya sendiri sebagai bentuk pelampiasan atau pelarian dari rasa tidak nyaman yang sedang ia rasakan. Beberapa contoh tindakan menyakiti diri sendiri antara lain, melukai anggota tubuh dengan benda tajam, meracuni diri sendiri, makan berlebihan, kurang makan, menarik atau menjambak rambut (pulling hair), berolahraga berlebihan, membentur-benturkan kepala ke dinding, lantai atau benda yang keras, dan lain sebagainya.

Mengapa self-harming dapat terjadi? Bagi Kang Ray –panggilan akrab Ray Rezaldy-, asal mula perilaku self-harming adalah tindakan menyalahkan diri sendiri yang berlebihan. Pada awalnya, seseorang tidak mampu menerima dan memahami keadaan yang sedang terjadi, kemudian muncul perasaan tidak nyaman, dan pada akhirnya melakukan self-harming untuk mengatasi rasa ketidaknyamannya. Hal ini terjadi karena perasaan tidak nyaman tersebut diikuti oleh tidak adanya kontrol emosi yang tidak tepat pada pelaku. Dalam perspektif kajian kepribadian, bagi Kang Ray, pelaku mengalami Borderline Personality Disorder yaitu gangguan kepribadian yang bercirikan labil, mood swing, self harming, dan emosi meledak-ledak akibat ketidakstabilan yang terjadi pada tubuh.

Para peserta seminar

Sementara pada sesi kedua, Dr. A. Gimmy Pratama, psikolog., menyatakan bahwa mereka yang melakukan self harm, karena pelaku belum merasa bahagia atas dirinya sendiri, yang disebabkan oleh belum cinta akan dirinya sendiri (self love). Self love berbeda dengan narsistik. Kalau self love, seseorang akan meningkatkan kemampuan yang ada dalam dirinya, dan ingin melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri, sementara seseorang yang narsistik cenderung akan lebih memperlihatkan peran mereka dan sulit untuk menerima kritik untuk dirinya sendiri.

Menurut dosen Psikologi UNPAD tersebut, flourish akan terbangun dengan adanya perasaan positif, mempunyai semangat yang kuat dalam diri, menjalin ikatan yang baik dan bermanfaat  dengan orang lain, serta memperbanyak pengalaman agar otak kita terlatih akan hal-hal yang baru dan mau belajar untuk yang lebih baik. Seseorang yang menerapkan psikologi positif di dalam hidupnya, akan merasakan positive emotion, keeratan dengan lingkungannya, meaning, relationship yang baik, sampai ke titik well being. Begitu pula sebaliknya, seseorang yang berfikir bahwa hidupnya akan stuck hanya pada satu titik, dan kurang memandang positif maka kemungkinan ia akan merasakan illness, neurosis, dan pathology yang bisa menganggu kehidupannya sehari-hari.

Panitia Seminar Nasional dan Workshop

Acara seminar dilanjutkan dengan sesi workshop yang terbagi menjadi dua kelas, masing-masing diikuti maksimal 30 peserta perkelas. Kelas A mendalami materi Teknik Mendeteksi, Mencegah, dan Mengatasi Perilaku Menyakiti Diri dengan pemateri: Ray Zairaldi, S.Psi., senior CBT Trainer, sedangkan kelas B mendalami Teknik Membangun dan Mengembangkan Self- love, Perspektif Psikologi Positif dengan pemateri: Dr. Ahmad Gimmy Pratama Siswadi, M.Si., Psikolog., pengurus Asosiasi Psikologi Positif Indonesia dan Asosiasi Psikologi Islam. Kegiatan yang berakhir pukul 16.00 WIB ini ditutup oleh moderator masing-masing kelas dan diakhiri dengan foto bersama panitia dan peserta. (Ariez Musthofa/Donita Nawangayu)

Leave a Reply