Tetap Berilmu di Masa Social Distancing: PKP ABH Psikologi UPI “Kupas Tuntas Sistem Pidana Anak Indonesia” dalam Kajian Daring

Bandung 17 April 2020,

Pusat Kajian Psikologi Anak Berhadapan dengan Hukum (PKP ABH) Psikologi UPI kembali membuat sebuah kajian dengan tema sistem pidana anak. Kajian ini merupakan agenda kedua di tahun ini setelah beberapa bulan lalu mengusung seminar mengenai predator seksual Reynard Sinaga di bawah pakar ilmu psikologi, sosiologi, dan hukum.

 

Ada yang berbeda pada pelaksanaan kajian kali ini. PKP ABH Psikologi UPI untuk pertama kalinya merancang kajian dengan pertemuan secara virtual. Hal ini sebagai dampak social distancing yang ditetapkan oleh pemerintah akibat mewabahnya pandemi COVID-19, “tentunya dengan adanya dampak social distancing ini tidak membuat kami terhenti untuk

tetap berilmu meskipun pertemuan dilakukan secara virtual”, ucap salah seorang relawan   PKP ABH Psikologi UPI. Pelaksanaan kajian daring ini mendapat animo yang baik dengan diikuti oleh 35 orang peserta.

 

Di kajian kedua ini, PKP ABH Psikologi UPI memboyong Inna Imaniati, S.Psi., M.Si. Psikolog, menjadi pemateri. Saat ini, beliau adalah seorang pembimbing kemasyarakatan madya di Kanwil Kemenhukam Jabar. Dalam beberapa tahun masa kerjanya beliau juga berkecimpung di lembaga permasyarakatan, atau bidang hukum lainya. Atas posisi serta rekam jejaknya, beliau memaparkan bagaimana Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang telah di sahkan dan di undangkan menjadi suatu produk legislasi DPR-RI dan Pemerintah tahun 2012, menggantikan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang peradilan anak.

 

Beliau membahas secara rinci mulai dari sejarah pemidanaan anak hingga terbentuknya sebuah sistem peradilan pemidanaan anak berdasarkan asas perlindungan (untuk korban, saksi, dan pelaku), keadilan, serta nondiskriminasi. Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini lebih mengutamakan restoratif justice/keadilan restoratif dalam proses penanganan perkara anak. Mulai dari proses penyidikan sampai putusan hakim. Dalam undang undang ini sangat mengutakaman kepentingan anak dalam masa persidangan terlebih dalam penanganan kejiwaan anak. Hal ini bertujuan melindungi hak-hak anak, khususnya bagi anak yang berhadapan dengan hukum agar terhindar dari trauma bahkan gangguan pada kejiwaan anak. Selain itu, proses penyelesaian perkara anak dengan metode dan cara yang lebih fokus pada kesejatraan dan kebaikan anak. Lebih lengkap pula telah tertuang dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang lebih khusus mengatur tentang sistem penanganan anak yang merupakan korban bahkan pelaku tindak pidana.

 

“Pembentukan Undang-undang yang menjunjung tinggi keadilan restoratif ini menjadi penegasan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum bukan untuk dihukum, melainkan harus di bimbing dan dibina agar dapat kembali menjadi baik karena tujuan utama keadilan restoratif adalah mengembalikan kepada kondisi semula dan memberikan penanaman tanggungjawab kepada anak”, begitu paparnya.

 

Admin http://psikologi.upi.edu

Leave a Reply